Asuransi, Unit Link, Tabungan atau BPJS, kesemuanya untuk mengamankan masa depan kita di masa yang akan datang.
Yang pasti Asuransi adalah pengalihan resiko di masa yang akan datang kepada asuransi. Asuransi tentunya tidak mau rugi, karenanya premi dihitung berdasarkan resiko, misalnya pengendara sepeda motor preminya lebih besar daripada pengendara mobil. Dan yang pasti asuransi tidak mau menanggung mereka yang jelas-jelas sudah sakit dan sebentar lagi mungkin mati dan menghabiskan biaya besar misalnya Penderita Kanker atau sudah terlalu tua. Untuk menghitung resiko dan menetapkan premi ada yang namanya Aktuaris. Di Indonesia aktuaris masih sangat sedikit dan di akhir tahun 1980-an bahkan ada iklan untuk belajar aktuaris di Australia, tentunya dengan ikatan dinas. Aktuaris ini kadang-kadang lebih hebat dari Dokter Spesialis sekalipun untuk mengambil kebijaksanaan, misalnya Aktuaris tahu, kalau pasien berusia 75 tahun ke atas dioperasi lututnya untuk penggantian tulang rawan, maka sebagian besar akan meninggal dalam 2 tahun mendatang dan memang operasi lututnya sendiri berhasil atau cukup berhasil, tetapi dokter Spesialis Orthopedi tidak punya data lengkap kapan mantan pasiennya meninggal, oleh karena itu selalu mengatakan kebanykan operasinya berhasil. Jadi kalau kita lebih beresiko daripada kebanyakan orang, maka ikut asuransi mungkin untung, sebaliknya kalau kita kurang beresiko, walaupun preminya mungkin lebih rendah, mungkin kita rugi, karena kita tak pernah klaim asuransi. Yang sering klaim asuransi itulah yang sebenarnya untung, karena dibiayai oleh mereka yang jarang atau tidak pernah klaim.
Terdapat 2 jenis asuransi, yakni asuransi berkala dangan endowment (bagian keuntungan) dan asuransi 1x bayar saja, misalnya asuransi jiwa, kecelakaan atau kematian. Asuransi dengan endowment akan memberikan sejumlah uang pada akhir periode asuransi. Sebenarnya ini adalah tabungan kita, karena sebagian premi asuransi memang ditabung atau diputarkan oleh perusahaan asuransi secara konservatif.
Yang lebih agresif daripada asuransi biasa adalah Unit Link, karena terdapat porsi yang besar dari asuransi diputarkan secara agresif, resikonya adalah bisa rugi seperti halnya berinvestasi. Sebenarnya hal ini kontradiktif, asuransi adalah mengurangi resiko, sedangkan investasi apalagi yang agresif adalah menambah resiko. Sebaiknya lebih baik ambil asuransi, jika memang diperlukan dan beli reksadana untuk investasi, karena reksadana banyak pilihannya dan mudah dijual kembali (redeem).
Karena saya selalu kontrol kesehatan secara berkala (tak perlu medical check-up secara menyeluruh) dan cenderung lebih sehat daripada orang-orang kebanyakan, maka saya memilih menabung. Besarnya tabungan bisa sebesar premi/bulan, tetapi perlu kedisiplinan. Jika sakit ambil saja uang dari tabungan ini. Hal ini jelas harus dilakukan oleh mereka yang tidak layak asuransi, misalnya penderita asma berat yang ditolak oleh asuransi. Jadi asuransi itu hanya mengcover orang-orang yang diperkirakan akan menguntungkan perusahaan asuransi.
Jika anda penderita kanker, sudah pasti tidak bisa ikut asuransi, tetapi bisa ikut BPJS. 50 persen lebih dari penderita kanker akan meninggal dalam kurun waktu lima tahun dan jika sudah berat, maka hanya 5 persen yang masih hidup setelah lewat satu tahun. Ada artis lawas penderita kanker yang mungkin keuangannya terbatas ikut BPJS setelah terdeteksi kanker dan menganjurkan Jupe yang juga penderita kanker untuk mengikuti jejaknya, tetapi Jupe tidak mau mengikuti cara ini dan lebih memilih menjual harta-hartanya. BPJS jelas cocok untuk orang miskin, tetapi mungkin tidak cocok untuk orang yang cukup berada, walaupun ada BPJS Kelas I. Dengan ikut BPJS, maka banyak prosedur yang harus diikuti, misalnya harus ke Puskesmas terlebih dahulu, diperiksa oleh Dokter Umum dan diobati, kalau tidak juga sembuh baru mungkin dirujuk ke Dokter Spesialis dan kita tidak bisa memilih Dokter Spesialis tersebut. Kita juga tidak dapat melakukan medical check-up, kalau tidak dirujuk. Jelas tidak nyaman dan banyak waktu yang terbuang. Jika anda bukan peserta asuransi dan bukan peserta BPJS dan harus masuk Rumah Sakit dan keuangan terbatas, maka bisa pilih Kelas III yang masih disubsidi silang dari Kelas I dan yang lebih atas. Pada Kelas II, boleh dikatakan tidak ada subsidi silang. Jika masuk Kelas I dan di atasnya, jelas mahal dan harus mensubsidi silang kelas III. Jangan hanya melihat tarif kamarnya saja, karena tarif tindakan dokter untuk tiap kelasnya berbeda demikian juga tarif kamar operasi dan tarif dokter yang mengoperasi juga berbeda. Demikian juga obat yang diberikan mungkin di Kelas III diberikan obat yang murah, sedangkan di Kelas yang lebih atas diberikan obat yang lebih mahal, padahal sama saja manfaatnya.
Tambahan 16 Maret 2016:
Mulai 1 April iuran BPJS meningkat/naik, karena pengelola BPJS tekor. Selama ini pemerintah menghimbau agar banyak orang mendaftar ke Kelas I, tetapi kebanyakan mendaftar ke Kelas III. Yang kaya daripada ikut BPJS lebih baik ikut asuransi kesehatan pihak swasta atau menyiapkan tabungan untuk keperluan kesehatan.
Kelas III semula Rp 25.500 menjadi Rp 30.000, naik 17,6 persen
Kelas II semula Rp 42.500 menjadi Rp 51.000, naik 20 persen
Kelas I semula Rp 59.500 menjadi Rp 80.000, naik 34,5 persen
Yang paling banyak naik adalah Kelas I dan saya duga peserta BPJS Kelas I akan stagnant atau bisa jadi malah berkurang. Karena perbedaan kelas pelayanan kesehatan baru terasa, kalau sudah rawat inap, sedangkan kalau belum, maka yaa harus ngantri bareng-bareng yang ikut BPJS Kelas III dan BPJS Kelas II, artinya (hampir) tidak ada perbedaan pelayanan.
Yang pasti Asuransi adalah pengalihan resiko di masa yang akan datang kepada asuransi. Asuransi tentunya tidak mau rugi, karenanya premi dihitung berdasarkan resiko, misalnya pengendara sepeda motor preminya lebih besar daripada pengendara mobil. Dan yang pasti asuransi tidak mau menanggung mereka yang jelas-jelas sudah sakit dan sebentar lagi mungkin mati dan menghabiskan biaya besar misalnya Penderita Kanker atau sudah terlalu tua. Untuk menghitung resiko dan menetapkan premi ada yang namanya Aktuaris. Di Indonesia aktuaris masih sangat sedikit dan di akhir tahun 1980-an bahkan ada iklan untuk belajar aktuaris di Australia, tentunya dengan ikatan dinas. Aktuaris ini kadang-kadang lebih hebat dari Dokter Spesialis sekalipun untuk mengambil kebijaksanaan, misalnya Aktuaris tahu, kalau pasien berusia 75 tahun ke atas dioperasi lututnya untuk penggantian tulang rawan, maka sebagian besar akan meninggal dalam 2 tahun mendatang dan memang operasi lututnya sendiri berhasil atau cukup berhasil, tetapi dokter Spesialis Orthopedi tidak punya data lengkap kapan mantan pasiennya meninggal, oleh karena itu selalu mengatakan kebanykan operasinya berhasil. Jadi kalau kita lebih beresiko daripada kebanyakan orang, maka ikut asuransi mungkin untung, sebaliknya kalau kita kurang beresiko, walaupun preminya mungkin lebih rendah, mungkin kita rugi, karena kita tak pernah klaim asuransi. Yang sering klaim asuransi itulah yang sebenarnya untung, karena dibiayai oleh mereka yang jarang atau tidak pernah klaim.
Terdapat 2 jenis asuransi, yakni asuransi berkala dangan endowment (bagian keuntungan) dan asuransi 1x bayar saja, misalnya asuransi jiwa, kecelakaan atau kematian. Asuransi dengan endowment akan memberikan sejumlah uang pada akhir periode asuransi. Sebenarnya ini adalah tabungan kita, karena sebagian premi asuransi memang ditabung atau diputarkan oleh perusahaan asuransi secara konservatif.
Yang lebih agresif daripada asuransi biasa adalah Unit Link, karena terdapat porsi yang besar dari asuransi diputarkan secara agresif, resikonya adalah bisa rugi seperti halnya berinvestasi. Sebenarnya hal ini kontradiktif, asuransi adalah mengurangi resiko, sedangkan investasi apalagi yang agresif adalah menambah resiko. Sebaiknya lebih baik ambil asuransi, jika memang diperlukan dan beli reksadana untuk investasi, karena reksadana banyak pilihannya dan mudah dijual kembali (redeem).
Karena saya selalu kontrol kesehatan secara berkala (tak perlu medical check-up secara menyeluruh) dan cenderung lebih sehat daripada orang-orang kebanyakan, maka saya memilih menabung. Besarnya tabungan bisa sebesar premi/bulan, tetapi perlu kedisiplinan. Jika sakit ambil saja uang dari tabungan ini. Hal ini jelas harus dilakukan oleh mereka yang tidak layak asuransi, misalnya penderita asma berat yang ditolak oleh asuransi. Jadi asuransi itu hanya mengcover orang-orang yang diperkirakan akan menguntungkan perusahaan asuransi.
Jika anda penderita kanker, sudah pasti tidak bisa ikut asuransi, tetapi bisa ikut BPJS. 50 persen lebih dari penderita kanker akan meninggal dalam kurun waktu lima tahun dan jika sudah berat, maka hanya 5 persen yang masih hidup setelah lewat satu tahun. Ada artis lawas penderita kanker yang mungkin keuangannya terbatas ikut BPJS setelah terdeteksi kanker dan menganjurkan Jupe yang juga penderita kanker untuk mengikuti jejaknya, tetapi Jupe tidak mau mengikuti cara ini dan lebih memilih menjual harta-hartanya. BPJS jelas cocok untuk orang miskin, tetapi mungkin tidak cocok untuk orang yang cukup berada, walaupun ada BPJS Kelas I. Dengan ikut BPJS, maka banyak prosedur yang harus diikuti, misalnya harus ke Puskesmas terlebih dahulu, diperiksa oleh Dokter Umum dan diobati, kalau tidak juga sembuh baru mungkin dirujuk ke Dokter Spesialis dan kita tidak bisa memilih Dokter Spesialis tersebut. Kita juga tidak dapat melakukan medical check-up, kalau tidak dirujuk. Jelas tidak nyaman dan banyak waktu yang terbuang. Jika anda bukan peserta asuransi dan bukan peserta BPJS dan harus masuk Rumah Sakit dan keuangan terbatas, maka bisa pilih Kelas III yang masih disubsidi silang dari Kelas I dan yang lebih atas. Pada Kelas II, boleh dikatakan tidak ada subsidi silang. Jika masuk Kelas I dan di atasnya, jelas mahal dan harus mensubsidi silang kelas III. Jangan hanya melihat tarif kamarnya saja, karena tarif tindakan dokter untuk tiap kelasnya berbeda demikian juga tarif kamar operasi dan tarif dokter yang mengoperasi juga berbeda. Demikian juga obat yang diberikan mungkin di Kelas III diberikan obat yang murah, sedangkan di Kelas yang lebih atas diberikan obat yang lebih mahal, padahal sama saja manfaatnya.
Tambahan 16 Maret 2016:
Mulai 1 April iuran BPJS meningkat/naik, karena pengelola BPJS tekor. Selama ini pemerintah menghimbau agar banyak orang mendaftar ke Kelas I, tetapi kebanyakan mendaftar ke Kelas III. Yang kaya daripada ikut BPJS lebih baik ikut asuransi kesehatan pihak swasta atau menyiapkan tabungan untuk keperluan kesehatan.
Kelas III semula Rp 25.500 menjadi Rp 30.000, naik 17,6 persen
Kelas II semula Rp 42.500 menjadi Rp 51.000, naik 20 persen
Kelas I semula Rp 59.500 menjadi Rp 80.000, naik 34,5 persen
Yang paling banyak naik adalah Kelas I dan saya duga peserta BPJS Kelas I akan stagnant atau bisa jadi malah berkurang. Karena perbedaan kelas pelayanan kesehatan baru terasa, kalau sudah rawat inap, sedangkan kalau belum, maka yaa harus ngantri bareng-bareng yang ikut BPJS Kelas III dan BPJS Kelas II, artinya (hampir) tidak ada perbedaan pelayanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar