Kamis, 28 Mei 2015

Hati-hati barang ditukar di Living Plaza

Hati-hati belanja Informa, karena mungkin sekali barang yang sudah anda pilih akan ditukar. Informa satu gedung dengan ACE Hardware di Living Plaza seberang Giant Mega Mal, Bekasi.

Saya belanja barang meja kursi dari besi, dan ternyata ada yang sudah berkarat dan tentunya tidak saya pilih, ketika saya suruh bawa ke kasir yang baik tentunya, petugas Informa yang bernama Sugi (tertera dalam bentuk post-it pada dusnya) mengatakan bahwa akan membereskan barangnya terlebih dahulu. Saya sudah curiga, apalagi ketika saya sudah menjauh, seseorang (mungkin supervisornya) membisikkan sesuatu pada Sugi. Jadi bisa saja Sugi disuruh oleh Supervisornya atau bisa juga oleh Floor Managernya.

Di Kasir saya lebih curiga, walaupun kasir yang bernama Varessya Risambessy mengatakan bahwa barang boleh ditukar dalam waktu 2 minggu. Dan satpam atau checker barang keluar berkali-kali melihat kondisi barang tersebut, jadi mungkin saja satpam tersebut juga sudah mengetahui ada barang ditukar. Saya tidak tahu prosedur ini apakah memang atas persetujuan atau justru atas briefing Manager Toko atau atas inisiatif perseorangan.

Di rumah jelas barang sudah ditukar dan bukan salah ambil barang. Ternyata mejanya adalah meja yang sudah saya apkir, tetapi karatnya sudah dibersihkan. Saya sudah katakan pada Sugi bahwa percuma karat dibersihkan, karena segera akan berkarat kembali.

Seandainya barang dapat ditukarpun, hal ini tentunya merepotkan, membuang bensin, biaya parkir dan terutama waktu yang berharga.

Setahu saya Informa (PT. Home Center Indonesia) dengan Ace Hardware (Kode BEI: ACES) masih satu grup/pemilik.

Asuransi, Unit Link, Tabungan atau BPJS

Asuransi, Unit Link, Tabungan atau BPJS, kesemuanya untuk mengamankan masa depan kita di masa yang akan datang.

Yang pasti Asuransi adalah pengalihan resiko di masa yang akan datang kepada asuransi. Asuransi tentunya tidak mau rugi, karenanya premi dihitung berdasarkan resiko, misalnya pengendara sepeda motor preminya lebih besar daripada pengendara mobil. Dan yang pasti asuransi tidak mau menanggung mereka yang jelas-jelas sudah sakit dan sebentar lagi mungkin mati dan menghabiskan biaya besar misalnya Penderita Kanker atau sudah terlalu tua. Untuk menghitung resiko dan menetapkan premi ada yang namanya Aktuaris. Di Indonesia aktuaris masih sangat sedikit dan di akhir tahun 1980-an bahkan ada iklan untuk belajar aktuaris di Australia, tentunya dengan ikatan dinas. Aktuaris ini kadang-kadang lebih hebat dari Dokter Spesialis sekalipun untuk mengambil kebijaksanaan, misalnya Aktuaris tahu, kalau pasien berusia 75 tahun ke atas dioperasi lututnya untuk penggantian tulang rawan, maka sebagian besar akan meninggal dalam 2 tahun mendatang dan memang operasi lututnya sendiri berhasil atau cukup berhasil, tetapi dokter Spesialis Orthopedi tidak punya data lengkap kapan mantan pasiennya meninggal, oleh karena itu selalu mengatakan kebanykan operasinya berhasil. Jadi kalau kita lebih beresiko daripada kebanyakan orang, maka ikut asuransi mungkin untung, sebaliknya kalau kita kurang beresiko, walaupun preminya mungkin lebih rendah, mungkin kita rugi, karena kita tak pernah klaim asuransi. Yang sering klaim asuransi itulah yang sebenarnya untung, karena dibiayai oleh mereka yang jarang atau tidak pernah klaim.

Terdapat 2 jenis asuransi, yakni asuransi berkala dangan endowment (bagian keuntungan) dan asuransi 1x bayar saja, misalnya asuransi jiwa, kecelakaan atau kematian. Asuransi dengan endowment akan memberikan sejumlah uang pada akhir periode asuransi. Sebenarnya ini adalah tabungan kita, karena sebagian premi asuransi memang ditabung atau diputarkan oleh perusahaan asuransi secara konservatif.

Yang lebih agresif daripada asuransi biasa adalah Unit Link, karena terdapat porsi yang besar dari asuransi diputarkan secara agresif, resikonya adalah bisa rugi seperti halnya berinvestasi. Sebenarnya hal ini kontradiktif, asuransi adalah mengurangi resiko, sedangkan investasi apalagi yang agresif adalah menambah resiko. Sebaiknya lebih baik ambil asuransi, jika memang diperlukan dan beli reksadana untuk investasi, karena reksadana banyak pilihannya dan mudah dijual kembali (redeem).

Karena saya selalu kontrol kesehatan secara berkala (tak perlu medical check-up secara menyeluruh) dan cenderung lebih sehat daripada orang-orang kebanyakan, maka saya memilih menabung. Besarnya tabungan bisa sebesar premi/bulan, tetapi perlu kedisiplinan. Jika sakit ambil saja uang dari tabungan ini. Hal ini jelas harus dilakukan oleh mereka yang tidak layak asuransi, misalnya penderita asma berat yang ditolak oleh asuransi. Jadi asuransi itu hanya mengcover orang-orang yang diperkirakan akan menguntungkan perusahaan asuransi.

Jika anda penderita kanker, sudah pasti tidak bisa ikut asuransi, tetapi bisa ikut BPJS. 50 persen lebih dari penderita kanker akan meninggal dalam kurun waktu lima tahun dan jika sudah berat, maka hanya 5 persen yang masih hidup setelah lewat satu tahun. Ada artis lawas penderita kanker yang mungkin keuangannya terbatas ikut BPJS setelah terdeteksi kanker dan menganjurkan Jupe yang juga penderita kanker untuk mengikuti jejaknya, tetapi Jupe tidak mau mengikuti cara ini dan lebih memilih menjual harta-hartanya. BPJS jelas cocok untuk orang miskin, tetapi mungkin tidak cocok untuk orang yang cukup berada, walaupun ada BPJS Kelas I. Dengan ikut BPJS, maka banyak prosedur yang harus diikuti, misalnya harus ke Puskesmas terlebih dahulu, diperiksa oleh Dokter Umum dan diobati, kalau tidak juga sembuh baru mungkin dirujuk ke Dokter Spesialis dan kita tidak bisa memilih Dokter Spesialis tersebut. Kita juga tidak dapat melakukan medical check-up, kalau tidak dirujuk. Jelas tidak nyaman dan banyak waktu yang terbuang. Jika anda bukan peserta asuransi dan bukan peserta BPJS dan harus masuk Rumah Sakit dan keuangan terbatas, maka bisa pilih Kelas III yang masih disubsidi silang dari Kelas I dan yang lebih atas. Pada Kelas II, boleh dikatakan tidak ada subsidi silang. Jika masuk Kelas I dan di atasnya, jelas mahal dan harus mensubsidi silang kelas III. Jangan hanya melihat tarif kamarnya saja, karena tarif tindakan dokter untuk tiap kelasnya berbeda demikian juga tarif kamar operasi dan tarif dokter yang mengoperasi juga berbeda. Demikian juga obat yang diberikan mungkin di Kelas III diberikan obat yang murah, sedangkan di Kelas yang lebih atas diberikan obat yang lebih mahal, padahal sama saja manfaatnya.

Tambahan 16 Maret 2016:
Mulai 1 April iuran BPJS meningkat/naik, karena pengelola BPJS tekor. Selama ini pemerintah menghimbau agar banyak orang mendaftar ke Kelas I, tetapi kebanyakan mendaftar ke Kelas III. Yang kaya daripada ikut BPJS lebih baik ikut asuransi kesehatan pihak swasta atau menyiapkan tabungan untuk keperluan kesehatan.

Kelas III semula Rp 25.500 menjadi Rp 30.000, naik 17,6 persen
Kelas II semula Rp 42.500 menjadi Rp 51.000, naik 20 persen
Kelas I semula Rp 59.500 menjadi Rp 80.000, naik 34,5 persen

Yang paling banyak naik adalah Kelas I dan saya duga peserta BPJS Kelas I akan stagnant atau bisa jadi malah berkurang. Karena perbedaan kelas pelayanan kesehatan baru terasa, kalau sudah rawat inap, sedangkan kalau belum, maka yaa harus ngantri bareng-bareng yang ikut BPJS Kelas III dan BPJS Kelas II, artinya (hampir) tidak ada perbedaan pelayanan.

Sabtu, 16 Mei 2015

Optical zoom + digital zoom 7.2x bagus

Banyak Kamera Fujifilm, selain memiliki optical zoom, juga digital zoom hingga 7.2x. Misalnya kamera saku Fujifilm T400/T410, seharga Rp 1 Juta yang memiliki optical zoom 10x dan digital zoom 7.2x. Pertanyaan yang sering timbul adalah apakah digital zoom itu bagus/baik, jawabannya yaa jika tidak menggunakan Full Resulotion. Hal ini dapat dibaca pada Wikipedia https://en.wikipedia.org/wiki/Digital_zoom Maksud dari tidak menggunakan Full Resolution adalah menggunakan resolusi yang lebih rendah, misalnya Full Resolutionnya adalah 16MP, maka untuk 3MP pemakaian digital zoom hingga 2.25x gambarnya masih bagus, sedangkan untuk VGA pemakaian digital zoom hingga 7.2x gambarnya masih baik, karena pada pengambilan gambar dengan digital zoom pada resolusi yang lebih kecil, kamera mengambil gambar yang di tengah-tengah saja, makanya gambarnya akan tetap sama dengan optical zoom.

Penjelasan foto: 2MP dari maksimal 16MP, optical zoom 10x dan digital zoom 7,2x (total 72x), ISO200, 1/500, F14.0, jam 9 pagi, dari jarak -/+ 60meter tanpa tripod memotret susunan glass block berukuran 160x60cm, masih jelas terlihat, bahkan retakan vertikal pada tembok (pinggir sebelah kanan) juga jelas terlihat, dengan sedikit sekali noise. Hanya membidiknya agak sulit, karena tanpa tripod, memotret 3 sampai 4x akan didapatkan satu hasil yang diinginkan, bukan karena gambarnya kabur, tetapi kebanyakan out of frame atau hanya terlihat sebagian. Foto di atas sama sekali tanpa cropping.

Untuk penayangan pada komputer, gambar VGA sudah memadai dan lebih disukai oleh users, karena tidak memberatkan web/download. Sayang Fujifilm T400 dan T410 tidak memiliki fasilitas pengambilan foto untuk VGA, tetapi dapat mengambil gambar video VGA. Resolusi terendah untuk berfoto adalah 2MP atau bisa menggunakan digital zoom tanpa mengurang kualitas gambar hingga 2.75x. Kamera Fujifilm T410 memiliki fasilitas Cropping dan Resize, pada playback dan ini sangat berguna mengingat resolusi terendah kamera tersebut adalah 2MP. Beberapa kamera tertentu memiliki fasilitas pengambilan gambar selain VGA, juga 1MP dan 1.3MP. Pada 1MP, maka menggunakan digital zoom tanpa mengurang kualitas gambar dapat dilakukan hingga 3.9x dan pada 1.3MP dengan menggunakan digital zoom tanpa mengurangi kualitas gambar dapat dilakukan hingga 3.4x. Selain Fujifilm, maka kamera-kamera merek lain biasanya hanya memiliki fasilitas digital zoom hingga 5x, 4x atau bahkan hanya 2x. Dengan 1MP, maka telah dapat dihasilkan gambar yang memadai untuk foto berukuran SuperPostcard 4R, sedangkan dengan 2MP, maka bisa didapatkan foto berukuran 5R dengan gambar yang bagus.

 Penjelasan foto: Full resolution 16MP resize to VGA untuk diupload. Tanpa tripod dan tanpa zoom, ISO200, 1/110, F8.4, jam 5 sore. Tampak di tengah foto terdapat matahari sore, gambar menjadi kurang baik (gelap), karena back-lighting. Disebelah kanan gedung yang tinggi terdapat dua gedung yang kecil dimana yang paling kanan lebih tinggi sedikit dari yang di tengah, karena terdapat papan nama gedung di atasnya, jaraknya sekitar 500 meter dari pemotret. Gedung yang paling kanan itulah yang akan dizoom.

 Penjelasan foto: Full resolution 16MP resize to VGA untuk diupload. Tanpa tripod dengan optical zoom 10x, ISO200, 1/110, F5.6, jam 5 sore. Tulisan pada papan nama gedung sudah mulai terlihat, walaupun samar-samar. karena masih cukup jauh.

Penjelasan foto: Full resolution 16MP resize to VGA untuk diupload. Tanpa tripod dengan optical zoom 10x dan digital zoom 7.2x atau total zoom 72x, ISO200, 1/160, F5.6, jam 5 sore. Tulisan pada papan nama gedung (detail) jelas terlihat, walaupun terdapat noise.

Fujifilm T400 digaransi resmi oleh Fujifilm Indonesia (sudah bukan oleh PT Modern lagi) di Gedung Koei Sudirman (sebelah Toyota), sedangkan Fujifilm T410 digaransi oleh distributor di Harco Mas Mangga Dua dan dikatakan Black Market oleh Fujifilm Indonesia. Sampai saat ini Fujifilm Indonesia tidak memiliki showroom atau tempat penjualan seperti Fujifilm Matraman dahulu. Jika ingin kamera yang lebih besar atau kamera prosumer, maka perlu dipertimbangkan kamera prosumer yang mirip kamera DSLR, tetapi lensanya tak dapat dilepas, misalnya Fujifilm S4200, S4300, S4400 dan S4500 yang masing-masing memliki jendela bidik Electronic View Finder (EVF) dengan Optical Zoom 24x, 26x, 28x dan 30x, tetapi digital zoomnya hanya 6.7x. Seperti halnya Fujifilm T400, maka kedua kamera tersebut saat ini sudah sulit dijumpai di pasaran. Yang masih bisa dijumpai di pasaran saat ini adalah Fujifilm S4600 dan S4800 yang keduanya justru tidak memiliki EVF. Saat ini sedang ada pameran di Mal Mangga Dua Ground Floor, hingga tanggal 24 Mei 2015 dan Fujifilm S4800 dijual seharga Rp 1.549.000. Bukan berati yang nomornya lebih tinggi itu lebih baik, misalnya Fujifilm T550 yang lebih baru memiliki optical zoom 12x, tetapi digital zoomnya hanya 2x dan harganya juga lebih murah dari Fujifilm T400. Sekarang ini Fujifilm sudah tidak meneruskan pembuatan Seri T lagi dan beralih ke Seri A dan J yang umumnya kualitasnya lebih rendah daripada Seri T.

Baterainya menggunakan Fujifilm NP45A 720mAH yang menurut saya terlalu kecil, apalagi jika sering merubah menu. Pada saat dicharge saya agak kaget, karena layarnya nyala terus dengan gambar diam baterai berpetir, sehingga saya berpikir, apa tidak terbakar layarnya kelak, rupanya ini untuk safety di AS. menurut bukunya layar akan padam kalau baterai sudah penuh dan kalau mau lebih penuh diamkan satu jam lagi baru dicabut.

Fujifilm T410 jelas untuk pasar Amerika Serikat, sehingga pada dosnyapun tertera Bonus at Walmart. Untungnya chargernya mengakomodasi 100-240V, karena di AS dan Jepang masih pakai 110V. Persoalan akan timbul jika chargernya rusak, karena USB Port pada kamera ukurannya beda sendiri, bukan micro USB seperti yang dipakai oleh Black Berry. Buku Basic Manualnya sangat sedikit memberikan informasi. CD ROM yang disertakan mencakup 32 bahasa termasuk Indonesia, ternyata ini hanya akses terhadap Web Fujifilm. Saya mencari di manual lib com dan ternyata isinya juga tidak bercerita banyak, sedangkan User Manual Casio Exilim EX-H50 bercerita sangat lengkap. Jadinya harus mencoba-coba sendiri, untungnya tidak terlalu sulit. Yang perlu diperhatikan bahwa kamera ini dapat diatur ISOnya pada Program AE dan untuk Panorama harus menggunakan modus Standard dan Wide (1x). Sayang untuk Panorama ini caranya masih kuno, yaitu dengan membidik 3x atau 2x dan bukan Sweep Panorama.

Karena menggunakan CCD sensor, maka jangan terlalu berharap banyak pada low light situation. Untuk hasil terbaik gunakan selalu flash yang dapat menjangkau dengan baik sampai jarak sekitar 3 meter. Dengan menggunakan flash, gunakan ISO 100 saja, karena dengan menggunakan ISO 800 sekalipun, hasilnya hampir sama. Shutter lag kamera ini termasuk lambat hampir 1 detik bahkan mungkin lebih pada saat gelap, tetapi focusnya tepat dan dual image stabilizationnya (high sensitivity ISO dan CCD shift image stabilization) cukup baik setidak-tidaknya untuk Optical Zoom 10x dan sampai batas maksimal digital zoom yang masih dikategorikan baik. Dengan menggunakan 1 cahaya lilin, ISO 800 dan tanpa blitz, maka bagian yang tercahayai lilin cukup jelas terlihat, tetapi bagian yang kurang tercahayai cahaya lilin boleh dikatakan gelap. Pada resolusi terendah 2MP, maka Digital Zoom hingga 2.75x (total 28x, karena kamera tersebut digital zoomnya selalu genap) menghasilkan foto yang bagus sesuai prediksi. Jika dicoba hingga 4x digital zoom, maka fotonya masih cukup baik, tetapi untuk membidiknya sudah mulai sulit. Pada digital zoom maksimal 7.2x, maka tanpa tripod diperlukan kerja keras untuk mendapatkan hasil foto yang baik, jika perlu gunakan ISO 800 untuk membekukan gambar, terutama pada sore hari.

Karena kamera Fujifilm T410 ini termasuk kecil ukurannya, seukuran BlackBerry, tetapi lebih tebal tentunya, maka lampu blitz sering tertutup jari dan pada saat ingin membuka tutup baterai/kartu SD Card yang terletak di bagian bawah kamera, maka tombol on/off kamera yang terletak di bagian atas kamera sering ikut terpencet. Tutup tersebut termasuk sulit dibuka, tetapi saya sudah mendapatkan caranya, yaitu di bagian sebelah kanan stiker yang tak berstiker masukkan saja kuku pada celah tutup dan geser untuk membuka tutupnya. Untuk mencegah agar dat tidak rusak, maka masukkan terlebih dahulu SD Cardnya baru baterainya dan jika ingin mengeluarkannya, kendorkan dulu baterainya dengan menggeser tuas kuning, baru mengeluarakan sd Cardnya. Layar LCDnya cukup terang dan jelas, serta pergantian antara satu menu dengan yang lainnya termasuk cepat. Kelemahan yang utama yaitu lambatnya shutter, seperti telah disebutkan di atas, karenanya tidak cocok untuk kamera sport/action. Tetapi untuk street photography di siang hari dan candid camera, maka kamera Fujifilm T410 dapat berfungsi dengan baik. Dengan 40x zoom, maka bisa didapatkan gambar full body dari jarak kurang lebih 30 meter dan yang dibidik biasanya tidak menyadarinya, karena kameranya kecil saja.

Sayang videonya, walaupun gambarnya bagus, fasilitas zoomnya hanya 2x digital zoom untuk QVGA (320x240) dan VGA (640x480) serta pada HD hanya 3x digital zoom, dimana dapat dilakukan zooming while filming dan tanpa suara cetek-cetek mencet zoom yang berarti dan suaranya tetap ada. Sedangkan pada mode optical zoom, masing-masing didapatkan 10x, tetapi tanpa suara pada saat melakukan zoom (suara tiba-tiba menghilang). Jadi zoomnya bukan gabungan, zoom sampai 72x hanya untuk pengambilan foto saja. HD ditulis 1280 yang agak menyesatkan, karena HD biasanya ditulis 720p (1280x720), sedangkan Full HD ditulis 1080p (1920x1080). Bagi yang ingin mengutamakan video saya anjurkan membeli handycam Full HD dengan digital zoom 8x saja dengan harga sekitar Rp 500.000, juga bisa mengambil foto hingga 5MP dan sudah cukup untuk dicetak sampai dengan ukuran 8R (8"x10"). Hanya saja pada ujung-ujung foto, gambarnya biasanya agak melengkung (distorsi), karena handycam lebih mengutamakan videonya, sedangkan Fujifilm T410 ini boleh dikatakan gambarnya tanpa distorsi. Movie filenya berekstension .AVI buatan Microsoft. Ini adalah file tanpa kompresi, tetapi harus dilihat melalui Windows. Cara paling murah untuk melihatnya pada TV LED adalah dengan merubahnya ke file non-AVI dan menggunakan Flashdisk, karena tidak semua TV LED mendukung AVI. Untung CD PC Mild 21/2008, punya file Free Zune Video Converter 1.0 sebesar 2.56MB (ZIP), sayangnya pilihan terbatas hanya mengconvert AVI ke WMV versi 2.0, MP4 (MPEG-4 dan H.264) dan MP3 audio. Karena file-file video ini adalah file kompresi, maka gambarnya tak akan sebagus AVI, sebagus apapun TVnya. Hasil terbaik dikonversi ke MP4 (MPEG-4).

Untuk foto indoor gunakan selalu flash dan ISO 100 atau 200 dan seboleh dapat tidak menggunakan zoom. Untuk foto di luar ruangan sampai optical zoom 10x, gunakan ISO 100. Untuk zoom 28x dan 40x gunakan ISO 400 atau 800, bahkan kalau perlu gunakan ISO 3200, agar didapatkan speed yang cepat dan gambar tidak goyang, walaupun tentu akan banyak noisenya. Pada saat fajar sebelum matahari terbit dan sore hari gunakan ISO 800. Kamera ini dari beberapa percobaan hampir selalu menggunakan f/3.4 dan f/5.6, sehingga backgroundnya selalu agak blur/bokeh (tergantung jarak focus). Pada mode Auto, kalau agak gelap ISOnya selalu lari ke 800.

Bagi mereka yang ingin membeli kamera, dan uangnya sedikit lebih longgar, maka kamera berjendela bidik akan sangat membantu dalam menstabilkan kamera dan juga mempermudah menemukan bidikan terutama pada saat menggunakan zoom. Tetapi sayangnya hampir semua kamera saku tak memiliki jendela bidik, kecuali yang berharga Rp 4 Jutaan. Kelemahan lain kamera saku adalah hampir semuanya tidak memiliki hotshoe untuk external flash.

Ternyata kamera Fujifilm T410 ini dapat juga HANG. Pada pemakaian menu yang intensif, kurang lebih 5 menit tanpa henti, maka kamera hang, baterai dicopot dan ternyata baterai panas. Pada baterai tertera suhu maksimum 60 derajat Celsius, tetapi menurut saya suhunya belum mencapai 60 derajat Celsius ketika hang, karena saya masih bisa memegangnya dengan santai. Didiamkan 3 menit dan masih hangat saya masukkan kembali baterai pada kamera dan ternyata kamera berjalan normal kembali. Pada buku Basic Manual untuk T400, T410, T350 dan T360 tercantum kamera akan panas pada penggunaan movie dan dianggap normal. Jadi sebenarnya Fujifilm mungkin sudah tahu bahwa kamera bisa hang, tetapi tidak disebutkannya. Baterai menjadi panas, karena pemakaian yang intensif tanpa jeda dan baterai kurang besar kapasitasnya, selain itu body kamera yang tampaknya seperti metal, ternyata adalah plastik. Oleh karena itu sebaiknya jempol kita seboleh dapat tidak menutupi tutup tempat baterai tersebut. Seri T ini disebut oleh Fujifilm sebagai 'stylish camera' yang tipis dan keren, tetapi bukan tanpa kelemahan. Jelas kamera ini bukan untuk diperkosa atau penggunaan berat dan karena kapasitas baterainya yang kecil, maka sebaiknya menyiapkan satu atau dua baterai cadangan. Menurut klaim Fujifilm satu baterai terisi penuh dapat memotret 160 foto. Hanya sayangnya baterai harus dicharge di dalam kamera. Pada focusnusantara com harga baterai Fujifilm NP45A adalah Rp 350.000, sedangkan di Amazon harganya $13 dan yang OEM $10, sedangkan travel chargernya adalah $17. Entah harga baterai yang buatan China.

Pada pemotretan outdoor yang sangat gelap, maka dengan ISO 3200 sekalipun speednya tidak pernah lebih lambat daripada 1/4, sehingga hasilnya yaa gelap, jadi rupanya kamera Fujifilm T410 ini lebih mengutamakan stabilisasi agar tidak goyang. Syarat paling mudah apakah sesuatu yang gelap/remang-remang dapat dipotret adalah tembok tersebut tercahayai, walaupun sedikit. Saya coba memotret teras yang memiliki lampu teras yang kecil dari jarak sekitar 15 meter dan zoom 10x, maka dari ISO 100 hingga ISO 3200, semuanya OK, tetapi hasil terbaik didapatkan dengan ISO 200. Tetapi jika ada orang di teras dan mukanya tidak tercahayai (backlighting), maka dapat dipastikan muka orang tersebut gelap.

Selain exposure compensation, kamera Fujifilm T410 ISOnya dapat diatur. Dengan ISO kita tetapkan, maka proses pemotretan dapat dipercepat, karena komputernya kamera akan segera menetapkan bukaan diafragma terbesar untuk keadaan yang agak gelap dan tinggal menetapkan speednya. Jadi adanya fasilitas pengaturan ISO akan sangat membantu, padahal kamera saku lainnya yang bahkan berharga hampir 2 Juta banyak yang tidak memiliki fasilitas ini. Setidak-tidaknya dengan fasilitas ini, walaupun cahaya terang, tetapi kita bisa menggunakan ISO yang cukup tinggi agar gambar tidak goyang terutama pada penggunaan zoom.

Di Indonesia resensi untuk kamera masih sangat kurang, tetapi untuk global dapat melihatnya pada amazon com yang saya nilai cukup obyektif, karena menampilkan yang berbintang 5 dan juga yang berbintang satu untuk kamera yang sama, sedangkan resensi dari mereka yang cari makan dari resensi tersebut mungkin keobyektifitasannya akan kurang. Ciri-cirinya situs atau blog mereka penuh dengan iklan. Setelah mendapatkan kamera yang cocok dari browsing, maka datangi penjual dan tawar sesuai harganya dari internet, biasanya penjual akan berusaha mengalihkan kita untuk membeli kamera yang memberikan untung lebih besar. Jangan terkecoh, penjual itu bukan malaikat. Ikut atau setidaknya membaca forum tentang kamera juga perlu, misalnya http://www.kamera-digital.com/forum/viewtopic.php?TopicID=13907&page=1

Pesaing
Nikon Coolpix S5300
Pesaing Fujifilm T410 saat ini adalah Nikon Coolpix S5300, seharga Rp 1.500.000 atau satu setengah kali harga Fujifilm T410. Kamera ini diluncurkan awal tahun 2014 dan setahun kemudian telah didiskontinue. Menurut Phothographyblog.com, Image Quality Nikon Coolpix S5300 mendapat nilai 4 dari 5, sedangkan Fujifilm T410 mendapat nilai 3 dari 5. Dimana keduanya cocok untuk street photography dan penggunaan sehari-hari.
Keunggulan dibandingkan Fujifilm T410 adalah:
* Menggunakan sensor CMOS yang lebih peka cahaya daripada CCD
* Lebih tipis, karena lensanya dapat sepenuhnya ditarik ke dalam body (lebih tipis 8mm).
* Full HD dengan MPEG-4, sehingga langsung dapat dilihat di TV LCD/LED.
* Menggunakan USB Standar yang memudahkan koneksi ke komputer atau Power Supply USB.
* Memiliki port HDMI Out untuk dapat dihubungkan langsung ke LCD/LED.
* Dapat mengambil gambar 3D.
* Memiliki WiFi untuk mempermudah sharing.
Kekurangan dibandingkan Fujifilm T410 adalah:
* Optical zoom hanya 8x, dengan digital zoom hanya 4x, sehingga total zoomnya 32x saja, sedangkan Fujifilm T410, total zoomnya 72x.
* f3.7-6.6, sedangkan Fujiflim T410 f3.4-5.6.
* Speed tercepat hanya 1/1500, sedangkan Fujifilm T410 1/2000

Nikon Coolpix S6700
Pesaing Fujifilm T410 saat ini mungkin Nikon Coolpix S6700 yang sama-sama memiliki 10x optical zoom seperti Fujifilm T410. Sensornya sudah 20.1MP, tetapi digital zoomnya hanya tetap 4x. Seperti halnya Nikon Coolpix S5300, menurut photographyblog.com untuk Image Qualitynya mendapat nilai 4 dari 5. Pertengahan Oktober 2015 atau 5 bulan setelah pertama kali tulisan ini diluncurkan, maka harga Nikon Coolpix S6700 adalah Rp 1.399.000. Tetapi saya tetap mengunggulkan Fujifilm T410, karena digital zoomnya hingga 7,2x. Masa depan dari kamera modern adalah pada kemampuan digital zoomnya.

Pentax Optio VS20
Pentax Optio VS 20 harganya kurang dari Rp 1.500.000 telah diluncurkan sejak 2011, tetapi hingga kini belum didiskontinue. Menurut Phothographyblog.com, Image Quality Pentax Optio VS20 sama dengan Fujifilm T410, yakni mendapat nilai 3 dari 5. Dan keduanya cocok untuk street photography dan penggunaan sehari-hari.
Keunggulan dibandingkan Fujifilm T410 adalah:
* Optical zoom 20x.
* Digital zoom 7.2x sama dengan Fujifilm T410, tetapi memiliki fasilitas SmartZoom untuk pengambilan foto dengan zoom 30x , 7MP dan zoom 144x, VGA 640x480.
* F3.1-4.8, sedangkan Fujiflim T410 f3.4-5.6.
* Speed tercepat 1/2500.
* ISO manual mulai 80.
* Memiliki dual shutter dan zoom lever yang sebenarnya kurang berguna untuk kamera yang kecil.
* Memiliki dua lubang tripod di atas dan di samping kamera, sehingga dapat juga mengambil foto portrait/tegak dengan menggunakan tripod.
* Memiliki digital horizontal level, sehingga kamera dapat dengan mudah disejajarkan dengan horizon.
Kekurangan dibandingkan Fujifilm T410 adalah:
* Lebih tebal 5mm dan tentunya juga menjadi lebih berat, tetapi berat berikut baterai masih kurang dari 200 gram.
* Menggunakan Compatibility AVI (Motion JPEG) yang kualitasnya lebih rendah dari AVI untuk dilihat pada komputer.

Kesimpulan:
Lensa Zoom bagaimanapun tidak sebagus fixed focus lens, semakin panjang zoomnya, semakin buruk hasilnya dan sulit untuk membidiknya. Total zoom (optical dan digital) zoom yang masih dapat dibidik dengan baik tanpa menggunakan tripod maksimum hanya 40x. Jadi jika jarang membidik burung atau hewan-hewan liar di kejauhan, maka superzoom atau zoom yang besar adalah percuma. Dalam penggunaan zoom, stabilisasi adalah sangat penting untuk menghasilkan gambar yang tidak goyang. Sayangnya hampir semua kamera saku/kompak tidak memiliki eye viewfinder (jendela bidik). Padahal jendela bidik yang didekatkan ke mata pada saat membidik dapat meminimalisasi goyangan. Kamera saku berjendela bidik (Electronic Eye Viewfinder) yang paling murah mungkin adalah Panasonic Lumix DMC-TZ70 yang di Amerika Serikat dikenal sebagai ZS50 seharga $398 dengan berat 243 gram, 110,6x64,3x34,4mm, 30x optical zoom, 12MP CMOS, Full HD.

Jika tidak berkeberatan dengan berat dan besarnya body dan ingin lebih serius memotret, tidak ada salahnya memilih Bridge Camera berjendela bidik( https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_bridge_cameras ). Bridge camera adalah kamera yang menjembatani antara kamera saku dengan kamera DSLR, dimana semua features DSLR ada pada Bridge camera, misalnya jendela bidik EVF, hotshoe, filter thread, PASM dial, RAW dan bahkan bridge camera memiliki features yang tidak dimiki oleh DSLR, misalnya macam-macam digital filter. Harganya terkadang lebih murah daripada kamera saku yang memiliki jendela bidik. Yang termurah dengan optical zoom 60x (20-1200mm) adalah Panasonic Lumix FZ70/FZ72 (606 gram, 130x97x118mm) seharga $250, 16MP CMOS, f/2.8-5.9, maksimum zoom 135x dengan 3MP, speed tercepat 1/2000, Full HD. Saat ini banyak professional yang menjadikan Bridge camera sebagai kamera kedua, setelah DSLR (bahkan ada yang menjadikan bridge camera sebagai kamera pertama, terutama untuk wild photography), karena kepraktisannya dan murah. Pada iklim tropis dimana banyak sinar matahari, maka hasil foto bridge camera boleh dikatakan hampir selalu bagus, walaupun DSLR camera dengan lensa-lensanya yang harganya bisa mencapai berpuluh-puluh kali lipat harga Bridge camera hasilnya tetap akan lebih baik. Tetapi dengan kepekaan sensor yang semakin meningkat, maka perbedaan kualitas foto antara Bridge camera dan DSLR camera akan terus semakin menyusut.

Tambahan 18 Juni 2015:
Sebaiknya jangan gunakan Micro SDHC dengan Adapter, karena sering timbul pesan Memory Card Error. Gunakan saja SDHC Card atau lebih baik lagi SDXC Card.

Tambahan 19 Juni 2015:
Walaupun mempunyai jendela bidik, tetapi untuk memotret burung yang sedang terbang dengan superzoom hampir mustahil, karena pada jendela bidik, burung akan melintas sangat cepat. Sampai saat ini hanya ada satu Bridge camera yang selain memiliki jendela bidik, juga memiliki fisir seperti pada senapan, sehingga disebut juga Eagle Eye, yakni Olympus Stylus SP-100 IHS 16 MP CMOS seharga $339 dengan optical zoom 50x (24-1200mm). Mengingat jangkauan maksimal zoomnya sama dengan Panasonic Lumix FZ70/72, maka kedua kamera tersebut harus dipertimbangkan. Menurut Photographyblog.com Panasonic Lumix FZ70 memiliki image quality yang lebih baik daripada Olympus Stylus SP-100 IHS, memiliki score 4 dan 3,5 dari 5. Bagaimanapun kedua kamera ini memiliki image quality yang lebih baik daripada kamera kompak Fujifilm T400 dengan score 3, walaupun semua kamera tersebut memiliki sensor berukuran kecil 1/2,3", hanya saja pada Bridge camera diameter lensanya lebih besar daripada pada kamera kompak, sehingga dapat mengantarkan sinar lebih banyak pada sensor.

Tambahan 23 Juni 2015:
Sesudah memotret, maka pada waktu display, gambar dapat diperbesar hingga 3x dan dapat digeser-geser ke atas-bawah-kiri-kanan, sehingga beberapa detail yang sebelumnya tidak terlihat sekarang menjadi lebih jelas terlihat. Sayang gambar pembesaran ini tidak dapat di Save. Tetapi setidaknya sebelum memotret dengan zoom sebesar 72x, kita dapat mengetahui apakah gambar tersebut layak dipotret dengan zoom 72x dan bagian mana yang perlu dizoom. Sebelumnya ambil dulu gambar dengan pembesaran 28x dengan 2MP, lalu lihat pada display dan lakukan pembesaran gambar. Save ternyata dapat dilakukan melalui Menu lalu Crop. Jadi sebenarnya kita dapat saja hanya memotret dengan zoom 28x atau 24x dan kemudian melakukan Crop, tanpa kesulitan membidik dengan zoom sebesar 72x.

Tambahan 24 Juni 2015:
Jika akan melakukan crop, maka pada saat membidik/memotret tidak perlu dipikirkan letak obyeknya ada di tengah frame apa tidak, yang penting sudah ada dalam frame, karena nantinya kan akan dicrop. Maka kesulitan membidik dengan total zoom 72x dapat dikurangi. Dengan menggunakan optical zoom 10x dan digital zoom 7,2x dan crop 3x, maka akan didapatkan pembesaran sebesar 216x atau setara dengan 216x28mm= 6048mm!!!

Tambahan 24 Juni 2015:
Jika gambar baterai telah bewarna merah, segera matikan kamera dan charge, jangan memaksa untuk menggunakannya, karena bisa hang, semua tombol tak dapat berfungsi. Jangan panik, diamkan satu-dua menit, tanpa menekan tombol apapun, kemudian coba matikan kamera dan biasanya berhasil.

Tambahan 11 Juli 2015:
Berhubung 2 kartu Micro SD V-Gen saya sering sekali 'Memory Card Error', maka saya akan tukarkan pada Cipta Mitra Solusindo (CMS) Harco Mangga Dua Lt-3, dekat Gunung Sahari. Saya dianjurkan ke Intact yang berjarak -/+ 20 meter dari CMS di lantai yang sama. Ini adalah distributor V-Gen. Sebelumnya saya telah membeli satu Micro SD Card dengan Adapter dan satu lagi Micro SD Card saja. Sejak pertama yang satu mudah masuk ke Adapternya, sedangkan yang satunya lagi seret. Menurut Intact itu karena sticker yang menempel pada Micro SD tersebut. Diganti Adapternya keduanya mudah masuk dan tidak bermasalah. Dugaan saya memang Adapternya tidak standar, apalagi kalau sampai stikernya juga tidak standard. Boleh jadi V-Gen mengimpor Micro SD Card tersebut dalam bentuk polosan dan diberi stiker maupun Adapter buatan Indonesia. Yang mungkin saja kualitasnya tidak baik. Setidak-tidaknya kualitas Quality Controlnya tidak memadai. Sampai saat ini CMS masih merupakan penjual asesoris komputer yang paling murah di Jakarta. Misalnya SD Card 8GB di CMS Rp 39.000, di Intact Rp 45.000 (wajar, karena distributor tak boleh menjual lebih murah daripada vendor menjual ke konsumen (suggested price)), tetapi di toko lain ditawarkan Rp 60.000 atau lebih dan jika kita tak tahu harga di CMS, maka jika terjadi transaksi pada Rp 50.000pun, sudah kemahalan. Ada baiknya mengecek harga secara online terlebih dahulu, sayangnya situs CMS harus login dulu. Sedangkan di Enter Komputer tidak perlu login dulu, tetapi harganya biasanya lebih mahal sedikit daripada di CMS.

Tambahan 31 Agustus 2015:
Jika tidak ingin merubah-rubah setting, maka sebaiknya setting saja pada ISO 800 dan jangan Auto. Dengan mengeset pada ISO 800, maka di tempat terang noise hampir tidak ada, shutter release juga cepat dan kemungkinan blur, karena menggunakan zoom hampir tidak ada. Di tempat gelap, maka ISO 800 akan menimbulkan noise yang dapat ditolerir dan setting ini sebaiknya tidak diubah, walaupun menggunakan flash sekalipun. Setting yang lain adalah gunakan selalu Full Resolution dan zoom optical hingga 10x mungkin sudah sangat memadai untuk berbagai keperluan, karena ada fasilitas Resize ke 5MP, 2MP dan VGA, demikian pula fasilitas Cropnya.

Tambahan 21 Januari 2016:
Kamera Fujifilm T410 memiliki speaker yang cukup sensitive, walaupun hanya lubang kecil di depan kamera. Kelemahannya bagi si pembidik, suaranya tidak begitu terdengar jelas, sedangkan yang dibidik suaranya akan terdengar jelas dengan catatan suaranya juga terdengar jelas oleh si pembidik. Kamera ini menangani suara derau cukup baik, tetapi konsekuensinya suara kita, jika tidak agak berteriak, maka akan terdengar lemah. Speaker pada kamera sangat lemah, bahkan hampir tak terdengar, tetapi jika didownload ke komputer suaranya jelas dan cukup baik. Pada mode Optical, maka pembesaran dapat dilakukan hingga 10x. Tiap kali tombol zoom dipencet, maka pada hasil rekaman akan terdengar suara klik yang sangat lemah, jadi boleh dikatakan tidak mengganggu. Karena tiap kali zoom artinya merubah frame, maka akan terdapat blur sepersekian detik, tetapi cukup cepat untuk mendapatkan fokusnya kembali. Image stabilisizernya cukup baik, walaupun tangan kita goyang-goyang dan tentunya gambarnya ikut goyang-goyang, tetapi gambar tetap tajam. Hasil videonya dengan menggunakan zoom maksimal 10x, boleh dikatakan memuaskan. Jika tidak keberatan dengan gambar yang goyang-goyang, karena tangan kita yang goyang, maka handheld tidak menjadi masalah, tetapi untuk hasil terbaik tentunya harus menggunakan tripod. Saya puas dengan hasil videonya, walaupun ini adalah kamera.

Tambahan 1 April 2016:
Kamera Fujifilm T400 terdapat di Lazada.co.id http://www.lazada.co.id/beli-kamera-pocket/fujifilm/?categorylink=1 seharga Rp 1.379.000 dengan bonus SD Card 8GB dan camera case.

Rabu, 13 Mei 2015

Monitor atau TV Full HD terbaik

Sebenarnya mana yang lebih baik dimiliki Monitor atau Televisi Full HD. Di Indonesia Monitor Full HD sangat jarang, sedangkan Televisi Full HD juga jarang, tetapi masih lebih mudah dijumpai terutama untuk ukuran 32 inch ke atas, tetapi untuk yang berukuran 32 inch atau kurang juga sangat jarang.

Dahulu kualitas gambar monitor lebih baik dari TV, karena resolusi TV Analog memang jelek, bahkan lebih jelek dari DVD. Sekarang ini TV LCD/LED gambarnya sudah bagus minimal HD 1368x768 pixel = 1050624 pixel, sedangkan yang Full HD 1920x1080 pixel = 2073600 pixel, tentunya mutu (kehalusan) gambarnya jauh lebih baik lagi. Monitor saat ini umumnya telah mendukung HD, tetapi belum Full HD (terlalu mahal). Monitor itu Analog, sedangkan TV LCD/LED adalah Digital.

Sekarang ini kamera yang relatif murahpun telah memiliki fasilitas perekaman video Full HD, sehingga memilih TV Full HD tentunya lebih baik. Setelah mengunjungi banyak toko, hanya ada sedikit pilihan dan jangan mau ditipu oleh penjual. Hampir semua TV LCD/LED HD dapat menampilkan video Full HD tetapi dengan interlace atau untuk satu frame gambar disapu 2x, hasilnya tentu tidak begitu baik. Untuk mengetahui TV itu Full HD atau tidak, gulung kertas seperti teropong dan tempelkan pada layar, maka kan terlihat layarnya halus atau tidak, HD atau Full HD.

Salah satu pilihan yang paling masuk akal adalah TV LED Samsung H5003AR 22", kecil memang, tetapi sudah sangat cukup untuk ditaruh di meja sebagai monitor, atau sebagai TV sampai jarak 3 meter. Resolusinya yang Full HD tampak halus sangat luar biasa, karena layarnya yang berukuran 22" dibandingkan dengan TV 40" Full HD yang tampak kasar pada jarak sekitar 2 meter, untungnya kita menonton TV 40" biasanya dengan jarak minimal 3 meter. Kehalusan gambar TV LED Samsung H5003AR 22" bahkan dapat disandingkan dengan TV LED 4 K 3840x 2160 pixel = 8294400 pixel, yang jumlah pixelnya 4x lebih banyak daripada TV LED Full HD, tetapi luas layar 40" hanya 3x luas layar 22", sehingga TV LED 4K 40" gambarnya masih lebih halus daripada TV LED Samsung H5003AR 22". Tetapi jika dibandingkan dengan TV LED 4K 50", maka TV LED Samsung H5003AR 22" lebih halus/unggul gambarnya, karena luas layar 50" itu 5x luas layar 22". Jadi jangan bangga dulu, kalau punya TV LED dengan layar yang besar. TV LED Full HD 22" kehalusan gambarnya itu setara dengan TV LED 4K 44", jika ada, tetapi yang ada sekarang ini adalah 42".

Sebagai monitor untuk ditaruh di meja, sampai 29 inch sebenarnya masih bisa diterima, tetapi tidak yang 32 inch, karena akan membuat leher (bukan hanya mata) sibuk tengok kiri kanan. Changhong LED Full HD 29" harganya setara dengan Samsung H5003AR 22", yakni Rp 1.650.000, tetapi tampilan gambar Changhong seperti berkabut, untungnya merata, sehingga buat yang tidak terlalu mementingkan kualitas gambar, mungkin Changhong telah mencukupi. TV Changhong tersebut juga masih memiliki konektor VGA/PC Input selain HDMI, sedangkan Samsung H5003 AR 22" hanya memiliki konektor HDMI.

VGA/PC Input/Output itu analog, sedangkan DVI, HDMI dan Display Port itu digital. Menghubungkan yang sejenis itu relatif mudah, tetapi untuk menghubungkan antara analog dan digital perlu biaya lebih besar. Tergantung mother boardnya, maka semua motherboard pasti memiliki konektor VGA/PC Output dan mungkin juga konektor-konektor output digital. Sedangkan semua VGA Card saat ini selalu memiliki konektor VGA/PC Output dan konektor-konektor output digital. Ketika menghubungkan komputer dengan TV Samsung H5003AR 22" tersebut melalui kabel HDMI-HDMI, maka gagal. Baca buku petunjuknya, maka harus menghubungkan DVI Output komputer dengan HDMI TV. Perlu membeli adapter DVI to HDMI seharga Rp 45.000 di tokokabel.com,  Mangga Dua Square, sehingga kabel HDMI-HDMI dapat dihubungkan. Sedangkan kabel HDMI-HDMI yang digunakan cukup yang paling murah seharga Rp 30.000 saja. Tetapi akhirnya saya membeli kabel DVI to HDMI seharga Rp 45.000 di INCUS Store Mangga Dua Mal Lantai 3, dekat SBS yang juga jual kabel, sayang waktu itu SBS tutup. Mengingat digital itu adalah yes or no, ada atau tidak, jadi berbeda dengan analog yang semakin bagus kualitas kabelnya, maka akan semakin baik gambarnya. Menggunakan kabel digital to digital yang berharga mahal akan sama kualitasnya dengan menggunakan kabel yang berharga murah. Jadi jangan sampai tertipu bujuk rayu penjual. Karena Mobo saya tak memiliki konektor DVI, maka saya menggunakan Video/graphic card NVidia. Kabel DVI to HDMI tinggal dicolokkan pada masing-masing perangkat, maka gambar beserta suara akan muncul. Direkomendasikan menggunakan resolusi 1920x1080x60p, tetapi gambarnya sebagian out-of-frame dan teks tidak jelas. Menggunakan resolusi 1600x900x60p, maka sebagai monitor gambarnya jelas banget, lebih kinclong dan halus dibandingkan menggunakan Monitor Viewsonic 17". Jadi tak ada salahnya menggunakan Samsung H5003 AR 22" sebagai monitor, sekaligus sebagai penerima siaran TV Digital.

Suara dari speaker internal Samsung H5003AR 22" adalah 2x3 Watt, sedangkan banyak TV LCD/LED berukuran layar kecil hanya memiliki speaker internal 2x2 Watt. DTS Surroundnya dapat mensimulasi 5.1 channel hanya dengan 2 speaker. Efek surroundnya masih terasa hingga jarak 3 meter dari speaker dan semakin besar efeknya jika makin dekat dengan speaker. Dengan mengeset equalizer 100 Hz pada batas maksimum, maka efek bas mulai terasa sedikit dan bagusnya suara tidak pecah walaupun volume suara dimaksimalkan.

Sayangnya Samsung H5003AR 22" tidak bisa geleng kiri kanan atau mengangguk-angguk, karena kakinya harus disekrup mati dengan bodi layarnya. Geleng kiri kanan dapat dilakukan dengan memutar layarnya sekaligus berikut kakinya, tetapi tidak untuk angguk-angguk. Untuk dijadikan monitor, dimana letak layar biasanya lebih rendah sedikit dari mata kita, maka gambar sangat jelas, tetapi untuk dijadikan TV dan dipasang di dinding setinggi 2 meter, maka gambar akan menjadi lebih gelap, karena mata kita lebih rendah dari layar TVnya, walaupun gambarnya tetap bagus, karena gelapnya merata, misalnya seorang model yang kulitnya bewarna cerah akan menjadi berkulit agak sawo matang. Tentu saja hal ini bisa diatasi dengan menyetel ulang warna-warnanya. Pada saat mata tegak lurus pada layarpun sebenarnya proses menggelap tersebut sudah mulai terjadi, sehingga saya berpikir apakah memang Samsung H5003AR 22" tersebut sebenarnya lebih diprioritaskan sebagai monitor. Jadi jika beli bracket untuk dipasang di dinding, bracket tersebut jangan hanya bisa menggeleng, tetapi harus bisa juga mengangguk, tetapi apa ada yaa? Untuk dijadikan TV, maka sebaiknya TV Samsung H5003AR 22" tersebut diletakkan pada credenza atau meja rendah, setinggi 40cm atau maksimal 60cm. Proses menggelap tersebut tidak terjadi, jika kita melihat layar dari sebelah atas atau dari kiri kanan.

Tambahan 15 Agustus 2015:
Antena analog yaa untuk TV analog (VHF), sedangkan siaran TV digital menggunakan UHF. Jadi jika berencana menayangkan siaran TV digital diperlukan antena TV UHF dan biasanya antena sekarang ini bisa menangkap siaran VHF dan UHF sekaligus. Banyak pilihan antena outdoor, demikian juga antena indoor, tetapi yang bisa indoor dan outdoor hanya Toyosaki AIO 200 seharga Rp 110.000. Saya membeli antena ini, karena malas manjat untuk masang antena outdoor, tetapi jika terpaksa dapat digunakan sebagai antena outdoor. Bentuknya sederhana, hanya menyerupai angka 8, tetapi mau dipasang tegak atau tiduran, sama-sama berfungsi, malah saya geletakkan begitu saja di atas meja. Tetapi biar bagaimanapun antena indoor tidak sebaik antena outdoor atau yang dipasang secara outdoor. Pekerjaan pembuatan antena tersebut sangat halus, bahkan kabel antenanya telah dilengkapi konektor male di kedua ujungnya, berbentuk jarum dan konektornya dihubungkan dengan ulir, jadi tidak asal tancap saja. Jelas telah siap untuk dipasang secara outdoor. Sayangnya antena TV Toyosaki AIO 200 ini tidak dilengkapi dengan gain control, padahal pada dusnya disebutkan dilengkapi dengan gain control.

Tambahan 17 Maret 2016:
Di LotteMart dijual TV Panasonic TH22C305G seharga Rp 1.699.000. Sama-sama 22" seperti TV Samsung H5003AR 22", sama-sama Full HD dan memiliki speaker yang identik 2x3Watt. Keunggulannya sudah ada VGA input, walaupun share dengan composite. Panasonic mengklaim sudah 100Hz Background Motion Rate, tetapi tidak jelas 100Hz True atau Interlace yang sebenarnya hanya 2x50Hz. Sulit untuk membandingkan kualitas gambar Panasonic dengan Samsung, karena keduanya tidak pernah dipajang bersebelahan, apalagi kalau ada Samsung 22", maka tak ada Panasonic 22", demikian juga sebaliknya.

Senin, 11 Mei 2015

CPU/komputer upgrade murah perlukah

Upgrade CPU dapat hanya menganti komponen-komponennya saja (memori, prosesor, graphic card) atau mengganti keseluruhan sistem dengan Mother Board (mobo) baru. Upgrade tentunya harus murah, kecuali kita punya bank atau anak konglomerat dapat lansung beli CPU dengan processor Intel Xenon E5 3.4 GHz seharga lebih dari Rp 25 Juta (harga processornya saja).

Upgrade komponen yang paling mudah, tetapi belum tentu paling murah adalah upgrade atau menambah memori, jadi misalnya memori 2 GB menjadi 4GB dan jika ingin lebih dari 4GB harus memakai Windows 64bit. Harga DDR3 2GB kurang lebih Rp 200.000, sedangkan yang 4 GB kurang lebih Rp 350.000. Menambah jumlah GB tentu sangat berpengaruh, tetapi merubah kecepatan  memori dengan yang lebih tinggi kurang berguna, misalnya dari 800MHz (PC 6400, kadang-kadang ditulis juga sebagi PC 1333) menjadi 1333 MHz (PC 10600). 1333 MHz adalah batas maksimal chipset Intel G41. Untuk mengetahui chipset apa yang dipakai dapat dilihat pada Control Panel, System and Security, System dimana di situ kita juga dapat melihat Rating Window Experience Index sebagai panduan untuk upgrade. Dengan mengklik Window Experience Index, maka akan tertera Processor, Memory (RAM), Graphics (Desktop performance for Windows Aero), Gaming graphics, dan Primary hard disk. Yang perlu ditingkatkan tentunya yang nilainya rendah, tetapi karena komputer itu suatu sistem, maka peningkatan kemampuan di salah satu komponen akan berpengaruh juga terhadap kemampuan Overallnya.

Mengupgrade processor tentunya berguna, karena ini adalah inti dari CPU, tetapi mengupgrade dari Dual Core menjadi Core 2 Duo hanya meningkatkan performance sekitar 15 persen saja. Mengupgrade dari Dual Core ke Quad Core (Intel Core 2 Quad) akan meningkatkan performance hingga lebih dari 50 persen, sedangkan mengupgrade dari Core 2 Duo ke Quad Core akan meningkatkan performance sekitar 40 persen. Sayangnya Intel Quad Core Q6600 @ 2.4GHz harganya masih Rp 425.000, sedangkan Intel Quad Core @ 3.0 GHz harganya masih di atas Rp 800.000. Perbedaan kemampuan antara kedua Quad Core ini sekitar 23 persen.

Graphic Card mungkin tidak perlu diupgrade, kecuali anda adalah gamer sejati. Graphic Card harganya mahal dan cukup firm warenya yang perlu diupgrade. Graphic Card GeForce biasanya digunakan untuk menemani prosesor Intel dan situs upgrade untuk GeForce dapat digoogling dengan mengetikkan 'Update GeForce'. Jika komputer kita belum memiliki Java, maka harus menginstall Java dulu for free (lebih dari 200MB) dan jangan lupa membuka (jangan asal mencontreng tanpa membukanya) license agreementnya terlebih dahulu, atau instalasi akan gagal. Kemudian kita dapat mendownload update tersebut. Dalam 2 tahun, maka akan ada sekitar 20 update dan kemampuan graphic card kita akan semakin meningkat dan dapat memainkan game yang lebih berat. Di situs tersebut juga tertera game apa saja yang sudah disupport, jadi sebaiknya tahu gamenya dulu baru cari graphic cardnya. Buat kepentingan sehari-hari non-game, maka penggunaan grapic card saat ini sebenarnya mubazir, karena mobo saat ini dengan VGA onboardnya sebenarnya sudah sangat cukup.

Jika Quad Core yang paling cepatpun belum memuaskan, maka dapat mengganti mobonya dengan LGA 1150 yang lebih baru daripada LGA 1155 dan LGA 1156. Cukup pakai Intel Pentium 3GHz saja lebih dahulu dimana mobonya yang paling murah lebih dari Rp 600.000 dan prosesornya hampir Rp 700.000. Biasanya mobo LGA 1150 sudah support hingga Intel i7, jadi rentang upgradenya sangat jauh, dan rentang harganya juga menjadi sangat jauh. Jika bersabar tentunya semua harga akan turun.

Untuk mengupgrade saya biasanya mengecek harga terlebih dahulu di Harco Mangga Dua yang masih dekat Gunung Sahari (bukan Harco Mas Mangga Dua yang jauh dari Gunung Sahari dan sebelah Mangga Dua Mal (M2M)). Pada pintu utama, belok kiri ada lift, tanya pada penjaga lift, dimana Cipta Mitra Solusindo (CMS). Lokasinyanya sebenarnya mudah yakni di lantai 3, hanya 5 meter dari lift ke sebelah kanan. Sabtu biasanya penuh, Minggu  libur. Situsnya www.cmsharco.com, sayang harus login dulu, jadi saya malas dan tak tahu apa isinya. Biasanya mereka punya fotocopyan pricelist Mobo yang sama dengan spec processor dari yang rendah sampai yang tinggi, fotocopy yang lainnya adalah harga-harga produk yang dijual, tetapi sekarang fotocopyan itu tidak dibagikan lagi dengan alasan takut yang lainnya menjadikan harga di CMS diikuti.. Tempat lainnya di gedung yang sama yang mungkin perlu dikunjungi adalah Gunung Raya di Lantai I, dimana dijual macam-macam kabel dan accessories komputer. Gunung Raya juga terdapat di Lantai Dasar, tetapi lebih nyaman di Lantai I. Nusa Comm di Lantai II, juga menjual kebutuhan komputer, No teleponnya 612.5178, tetapi harganya tidak tertera pada barangnya. Jadi prioritaskan Gunung Raya dulu. Cara lain untuk mengecek harga adalah masuk ke situs Enterkomputer com yang merupakan situs terlengkap hingga saat ini tentang komputer, kecuali kabel atau Bhinneka com, Bisa juga jakartanotebook.com. Bhinneka punya showroom yang cukup mewah di Lantai III  Mangga Dua Mall (M2M), tetapi harganya biasanya lebih tinggi dari Enter Komputer. Enterkomputer di Lantai V M2M tidak mempunyai showroom, tetapi mempunyai banyak gudang sekaligus menjadi counter-counter penjualan, jadi rupanya Enterkomputer menjadi supplier untuk toko-toko lainya juga dan harganya relatif paling murah. Jangan kaget kalau harus antri di Enter Komputer, oleh karena itu browsing dulu sebelumnya dan pastikan apa yang mau dibeli, soalnya barangnya tak bisa dilihat, tetapi complaint atau pertanyaan akan dijawab dengan baik. Tanya saja pada satpam M2M di lantai mana kedua tempat tersebut berada dan belok kiri atau belok kanan, soalnya M2M itu panjang, ujung yang satu eskalator, ujung yang lain lift.

Tambahan 30 Juni 2015:
Jika anda mau mengupgrade dan tidak mendesak, sebaiknya tunda dulu, karena sekarang ini ada PC-on a-Stick. Stick ini mirip Flashdisk, hanya tentunya lebih besar dan diperkirakan akan menggantikan PC Desktop dan juga NoteBook, karena kecilnya dapat dibawa kemanan-mana dengan mudah dan cukup dicolokkan pada USB pada Display LCD/LED. Alat ini sudah memenuhi kebutuhan standar sehari-hari mulai dari 8GB Linux seharga $50 hingga Intel 32GB (17GB free) dengan Windows 8.1 seharga kurang dari $150. Yang diperlukan hanya Keyboard dan Mouse Wireless. Sayang hingga saat ini saya belum menjumpainya di Indonesia.

Tambahan 16 Agustus 2015:
Mobo saya mati dan ini adalah yang kedua kalinya mobo saya mati, yang pertama merek Asus dan harganya relatif mahal, sedang yang kedua merek Xtreme. Keduanya bertahan sekitar 3 tahun. Saya mempertimbangkan untuk mengupgrade mobonya dan tentunya juga processornya, tetapi akhirnya saya tetap kembali membeli Xtreme dengan chipset yang sama, yakni G41 Series dangan pertimbangan saya tak perlu menginstall Windows, dan segenap program/aplikasi lainnya yang beberapa program/aplikasi tersebut harus didownload terlebih dahulu yang tentu saja merepotkan dan menghabiskan waktu. Karena mereknya sama, yakni Xtreme Socket LGA 775 dengan chipset G41 yang sama dengan yang terdahulu, maka begitu dipasang, komputer langsung jalan tanpa setting apapun. Karena mobo tersebut sudah agak langka, maka saya beli dengan harga Rp 500.000, walaupun setelah komputer menyala kembali dan saya browsing Enter Komputer, ternyata harganya Rp 470.000. Mulanya saya ragu dengan mobo baru ini, karena tidak ada tanda-tanda bahwa Mobo tersebut menggunakan chipset G41, sedangkan yang lama ada, tetapi ini adalah type baru Xtreme dengan BIOS yang lebih baru. Jika saya mengupgrade Mobo saya dengan Socket LGA 1155 Biostar H61MLV3, harganya Rp 525.000 dan Intel Dual Core G620, harganya Rp 420.000 atau total Rp 945.000. Berarti tidak banyak uang yang perlu saya tambahkan dibandingkan membeli Xtreme dengan chipset G41, tetapi banyak waktu saya akan tersita, jika saya memilih mengupgrade system. Dengan chipset G41, maka tentunya ada keterbatasan, dimana chipset G41 hanya mendukung DDR3  hingga 1066Mhz sebanyak 4GB dan PCI Express 16x 1.1, Integrated VGA On boardnya GMA X4500 tidak dapat menjalankan Full HD 1080p, support Direct X10 untuk Windows XP, tetapi hanya support Direct X9 untuk Windows 7. Sedangkan jika saya mengupgrade mobo saya dengan Socket LGA 1155, maka processornya dapat diupgrade hingga setidak-tidaknya Intel Core i7 3770 yang harganya saat ini masih di atas Rp 4 Juta. Tidak perlu mengupgrade dengan mobo bersocket LGA 1150, karena harga mobo dan processornya lebih mahal. Mobo bersocket LGA 1155 sudah lebih dari cukup.

Tambahan 17 Agustus 2015:
Mobo LGA 1155 dengan chipset H61, sebenarnya hanya significant dengan kemampuannya hingga 6PCIe 2.0 untuk kepentingan misalnya penambahan graphic card yang sebenarnya tidak diperlukan, jika bukan gamer atau graphic designer, karena VGA on boardnya sudah cukup untuk kepentingan sehari-hari. SATAnya 3GBits/s hingga 4 ports dan USBnya versi 2.0 hingga 10 ports. Sedangkan Mobo LGA 775 dengan chipset G41 ICH7 SATAnya sama dengan Mobo LGA 1155 dengan chipset H61, sedangkan USBnya hanya 2 ports lebih sedikit. Chipset H61 telah mendukung HDMI, DisplayPort, eDP dan DVI 2 hingga Full HD 1080p. Tetapi RAM DDR3 yang didukung masih sama dengan chipset G41, yakni hanya 800 dan 1066 Mhz. Mobo LGA 1150 dengan chipset H81 hanya memiliki keunggulan dibandingkan yang 1155 pada SATAnya yang mampu menangani 6 Gbit/s, 2 ports & 3 Gbit/s, 2 ports dan USBnya mampu menangani v3.0, 2 ports & v2.0, 8 ports. Keuntungan terbesar Mobo LGA 1155 justru kemampuannya menangani hingga procesor Intel Core i7. Untuk mereka yang baru ingin membeli komputer/CPU dianjurkan membeli langsung CPU dengan Mobo LGA 1155 dengan specification yang paling rendah seharga -/+ Rp 1,6 Juta dan mengupgrade processornya di kemudian hari, jika diperlukan.

Tambahan 18 Agustus 2015:
Jika mengupgrade processor Intel Dual Core E2200 2200Mhz pada LGA 775 dengan chipset G41
dengan processor Intel Core Duo E6600 2400MHz, maka peningkatan yang terjadi pada single thread hanya 24 persen dan multi thread bahkan hanya 18 persen. http://www.cpu-world.com/Compare/380/Intel_Core_2_Duo_E6600_vs_Intel_Pentium_Dual-Core_E2200.html
Jika mengupgrade processor Intel Dual Core E2200 2200Mhz pada LGA 775 dengan chipset G41
dengan processor Intel Core Duo Quad Q6600 2400MHz, maka peningkatan yang terjadi pada single thread tetap hanya 24 persen, tetapi multi threadnya meningkat hingga 106 persen, karena menggunakan 4 core dibandingkan menggunakan 2 core pada Intel Dual Core E2200 2200Mhz dan Intel Core Duo E6600 2400Mhz. http://www.cpu-world.com/Compare/491/Intel_Core_2_Quad_Q6600_vs_Intel_Pentium_Dual-Core_E2200.html.
Jadi jika menggunakan komputer untuk pekerjaan-pekerjaan ringan yang biasanya hanya perlu single thread dan sesekali multi thread, maka mengupgrade processor sama sekali boleh dikatakan tak ada gunanya. Jika sering melakukan pekerjaan multi thread terutama grafik, maka upgrade processor dengan processor Intel Core Duo E6600 2400MHz mungkin sangat berguna. Dimana diukur menggunakan Passmark, maka performance akan meningkat hingga 2.5x lipat dan menggunakan x264 HD 4.0 mencapai 47.9 fps dibandingkan hanya 22.38 fps. http://cpuboss.com/cpus/Intel-Pentium-E2200-vs-Intel-Core2-Quad-Q6600

Tambahan 19 Agustus 2015:
Jika Mobo LGA 775 dengan processor Intel Dual Core E2200 2200Mhz, diupgrade dengan Mobo LGA 1155 dengan processor Intel G620, maka performance akan meningkat sebesar 74 persen untuk Single Thread, tetapi untuk Multi Thread hanya meningkat sebesar 83 persen atau jauh di bawah Intel Core Duo Quad Q6600 2400MHz yang meningkat hingga 106 persen. Jadi jika tak ada rencana mengupgrade ke processor yang lebih tinggi/canggih, maka jangan gunakan Mobo LGA 1155 dulu dan cukup memaksimalkan Mobo LGA 775 saja. http://www.cpu-world.com/Compare/125/Intel_Pentium_Dual-Core_E2200_vs_Intel_Pentium_Dual-Core_G620.html
Tambahan 20 Agustus 2015:
Saat ini Mobo LGA 775 dengan chipset Intel G41 sebaiknya pakai Intel Core Duo Quad Q6600 2400MHz seharga Rp 375.000. Jika menggunakan Intel Core Duo Quad Q9400 2670MHz seharga hampir Rp1,9 Juta, performancenya hanya meningkat sebesar 15 persen untuk single maupun multi thread dibandingkan menggunakan Intel Core Duo Quad Q6600 2400MHz. http://www.cpu-world.com/Compare/816/Intel_Core_2_Quad_Q6600_vs_Intel_Core_2_Quad_Q9400.html Atau kalau mau murah bisa gunakan Intel Core Duo E6600 2400MHz atau Intel Core Duo E6700 2670MHz seharga Rp 90.000 dan Rp 100.000 saja. Jangan gunakan Intel Dual Core lagi, karena harganya dibandingkan Intel Core Duo sudah tidak banyak lagi. Intel Core Duo Quad Q6600 2400MHZ dibandingkan dengan Intel Core Duo E6600 2400Mhz sama sekali tidak memiliki keunggulan pada single thread, tetapi untuk multi threadnya unggul 76 persen dan secara overall unggul 30 persen. http://www.cpu-world.com/Compare/704/Intel_Core_2_Duo_E6600_vs_Intel_Core_2_Quad_Q6600.html

Tambahan 22 Agustus 2015:
Mobo LGA 775 dengan chipset Intel G41 dan processor Intel Core Duo Quad Q6600 2400MHz seharga Rp 375.000 sudah sangat memadai, jika dibandingkan dengan Mobo LGA 1155 dengan  processor Intel Dual Core G2030 3000MHz seharga Rp 700.000. Performance multi thread Q6600 hanya berbeda satu persen dengan G2030, karena Q6600 menggunakan 4 core, sedangkan G2030 menggunakan 2 core. Walaupun memang pada single thread, G2030 unggul 69 persen dibandingkan dengan Q6600. http://www.cpu-world.com/Compare/494/Intel_Core_2_Quad_Q6600_vs_Intel_Pentium_Dual-Core_G2030.html

Tambahan 25 Desember 2016
Pada tanggal 25 Desember 2016, di Enter Komputer Mobo Xtreme dengan chipset Intel G41 dijual seharga Rp 440.000 sedangkan processor Intel Core 2 Duo E 8500 dijual seharga Rp 133.000 atau totalnya Rp 573.000.  Motherboard Biostar N3150NH dengan built in processor Intel Celeron Braswell Quad Core 1.8 GHz up to Turbo 2.08 GHz dijual seharga Rp 990.000 atau lebih mahal Rp 417.000 Mobo Xtreme G41 + E 8500, tetapi performancenya menurut CPU Boss berbanding 5,2 : 7,9, atau lebih cepat 52 persen.  N3150NH suport hingga 8 GB dan diluncurkan Q1 2015, sedangkan G41 maximum 4GB saja dan diluncurkan Q1 2010.  Intel Celeron N3150 sebenarnya adalah processor untuk Laptop.
 
Tambahan 28 Januari 2019:
Karena mobo Xtreme saya sudah pada kembung kapasitornya, maka saya beli mobo baru, walaupun masih berfungsi. Saya cari2 di Enter Komputer dan Vira Indo yang keduanya ada di Mangga Dua, sudah dak ada, walaupun di Webnya masih ada. Adanya di Mitra Cipta Solusindo, Harco Mangga Dua. Merek Cardex dan Xtreme sudah dak ada, adanya merek yang belum pernah saya dengar Maxonn. Mobo LGA 775 dengan chipset Intel G41 ini sudah pakai AMI Bios baru Guso G4x 77 Bios Vlod 05/02/16, sedangkan Mobo lama saya pakai AMI Bios tahun 2010. Keunggulan AMI Bios baru adalah sudah support 8MB RAM, tentunya kalo pakai Windows 64 bit. Sedangkan mobo lama cuma support maksimum 4MB RAM. Ini hebatnya Bios dan chipset jaman sekarang yang bisa nipu Intel dan Microsoft, padahal Intel dan Microsoft sudah bilang G41 cuma support sampai 4MB RAM. Mobo ini juga sudah dak pakai Elco/capasitor, tapi solid state dan jumlahnya sedikit, jadi mobo jaman sekarang makin simple aja, setelah Sound onboard, VGA onboard, entah apa lagi nanti yang onboard. Saya beli processor Intel Core Duo E 8400 di Enter Komputer seharga Rp 85000, jadi dalam 3,5 tahun penurunan harga prosesor bekas ini sedikit sekali. Ya, bekas, karena prosesor ini sudah didiscontinue, dan ini hasil dari copotan komputer bekas. Yang agak mengecewakan adalah fannya yang harganya cuma Rp 20000, kayanya abal2, karena saya punya yang asli. Biasa di Indonesia nanti fan yang asli dijual terpisah. Saya cari Intel Core Duo Quad bekas tidak ada. Dengan adanya mobo baru dengan 8GB RAM dan Intel Core Duo Quad pasti performannya luar biasa, karena mobo baru udah FSB 1333MHZ dan sayangnya cuma mendukung sampai maksimum DDR3 1066MHz, walaupun dikasih PC 10600 yang 1333MHZ atau bahkan PC 12800 yang lebih canggih ya bisa juga, kebaca tetap DDR3 1066MHZ. Kalo mobo lama kan cuma support maksimum sampai DDR3 800 MHz. Jelas ada peningkatan, tapi berapa banyak saya tidak bisa mengeceknya melalui Windows Experience Index, soalnya Microsoft kagak mau diakalin terus menerus. Saya jadi teringat tinta suntik printer inkjet, akhirnya Epson nyerah bikin Ink Tank dan akhirnya semuanya terpaksa ikut Epson dan semua pengusaha2 tinta suntik nyaris gulung tikar termasuk penyalurnya. Sudah saya tulis sebelumnya di https://allsarwa.blogspot.com/2015/04/printer-inkjet-murah-jangka-panjang.html
 
Tambahan 28 Januari 2019:
O ya saya lupa kasih tahu harga Mobo Maxonn G41 yang sama dengan harga mobo 4 atau 5 tahun yang lalu Rp 440.000, jadi tetap, tapi sekarang lebih canggih. Karena sekarang orang udah jarang pakai desktop, apalagi pake Mobo G41, maka walaupun hari Sabtu, Harco Mangga Dua sepi2 aja, dulu kan sampai antri, yang sekarang banyak yaa orang jualan CCTV, tapi yaa sepi juga.

Saya anjurkan bawa sekalian Desktop anda suruh ganti Mobonya, ya tentunya nambah duit.