Kamis, 26 Februari 2015

Sinusitis perlu tes alergi murah

Tahun 2014 awal ketika hujan terus menerus saya terkena sinusitis. Ke dokter THT, karena tak sembuh-sembuh, maka di kultur dan ketemu bakteri dan obat antibiotiknya yang masih sensitif (mempan).

Di tahun 2015 awal ini saya kena sinusitis lagi, tetapi karena tidak parah dan hanya terjadi sewaktu-waktu, maka saya pikir pasti bukan karena bakteri, tetapi karena alergi. Saya duga alergi dingin, tetapi kata dokter tidak ada cara untuk mengetahui seseorang alergi dingin atau tidak.

Berhubung saya mau tahu saya ini sebenarnya alergi apa saja, maka saya tes alergi yang murah saja di RS Boromeus seharga Rp 329.000,- untuk 35 titik. Untuk yang lebih banyak titik, termasuk logam dan sebagainya, bisa lebih dari 100 titik dan biayanya di atas Rp 1 juta. Di Laboratorium Klinik harganya di atas Rp 1 juta untuk sekitar 40 titik. Mahal!!! Jika mau lengkap bisa di Laboratorium Alergi UI/RSCM.
Tes di RS Boromeus ini cukup lengkap untuk orang Indonesia, terdiri dari 6 bagian:
A. Sebagai kontrol
B. Debu Rumah, termasuk tungau
C. Tepung sari
D. Jamur
E. Bulu-buluan
F. Makanan, ada 21 macam
Hasilnya ternyata mengagetkan saya, saya alergi terhadap nanas, walaupun tidak parah. Selama ini, kalau makan nanas yaa tenggorokannya gatal, setengah jam didiamkan yaa hilang sendiri. Menurut orangtua makan nanas yaa gatal, ternyata itu alergi, berarti ada yang makan nanas belum tentu gatal. Kedua jamur, saya pikir karena saya memang baru saja makan jamur, ternyata ini adalah jamur yang ada di rumah kita, menurut pemeriksa karena jendelanya jarang dibuka, jadi tidak ada sirkulasi udara (kan hujan). Jadi terjawab sudah mengapa saya kadang-kadang sinusitis, ternyata alergi jamur (lembab).

Saya sendiri sebenarnya suka gatal-gatal kalau makan apel dan ternyata tes di RS Boromeus tidak ada apel, karena apel kan makanan bule, jadi di tes tersebut tidak ada anggur, plum, kiwi dan kalkun (yang ini unggas lho). Tes untuk logam juga sebenarnya tidak perlu, kan kita tidak makan logam dan saya sebenarnya sudah tahu kalau saya alergi logam, jadi kalau pakai jam tangan dengan gelang logam, maka saya gatal-gatal. Belum pernah pakai yang emas, karena mahal dan takut dirampok.

Jadi kalau dana tidak menjadi kendala, maka saya pikir tes alergi itu perlu, karena kita tak bisa main tebak-tebakan. Misalnya alergi terhadap tepung sari, itu macam-macam, tepung sari rumput-rumputan, tepung sari padi dan tepung sari jagung. Kalau alergi tepung sari padi yaa sebaiknya jangan jualan beras. Dan misalnya alergi terhadap bulu-buluan, kalau alergi terhadap bulu kucing bukan berarti alergi juga terhadap bulu anjing. Yang repot adalah kalau alergi terhadap bulu orang (human dander). Ini serius lo, makanya jangan senang dulu kalau punya banyak bulu, karena bisa menyebabkan orang lain alergi.

Untuk tes alergi perlu persiapan 3 (tiga) hari, jangan minum obat anti alergi 3 hari sebelum tes alergi, juga jangan minum obat flu/batuk apapun 3 hari sebelum tes alergi dan sebelum tes alergi boleh mandi dulu supaya wangi, tetapi sesudahnya lengan dan punggung jangan diberi lotion, bedak, pewangi dan sebagainya.

Selasa, 10 Februari 2015

Harga pada display berbeda dengan kasir

Suatu kesengajaankah harga pada display berbeda dengan timbangan atau kasir?
Jawabnya, mungkin sekali, apalagi kalau anda adalah seorang EDP, pasti mengerti.

Saya belanja Semangka Baby Black di Giant, harga di display Rp7990/kg, ternyata ketika di timbangan harganya menjdi Rp10990/kg, saya katakan salah seharusnya Rp7990/kg, penimbang melihat ke display dan mengedit harga pada timbangannya menjadi Rp7990/kg

Label timbangan pada semangka kini benar 2,082kg x Rp7990/kg = Rp16635.
Di kasir struk menunjukkan Rp16635, tetapi rinciannya 1,514 x Rp10990 = Rp16635
Apakah ada sesuatu yang aneh, harga/kg pada kasir dapat berbeda dengan timbangan dan display?

Yang pasti pada label harga tersebut tertera bar code lengkap dengan angka-angka di bawahnya: 21267170016635

Apakah ada kesengajaan atau tidak? Hafalkan harga-harga pada display dan jangan lupa periksa juga struknya.

Kamis, 05 Februari 2015

Siaran TV Digital Full HD

Siaran TV Digital sudah saya coba di Jakarta  (Bekasi) dan Bandung. Ternyata di Bandung lebih baik, hal ini mungkin karena di Bekasi sudah banyak gedung-gedung. Siaran TV Digital sangat dipengaruhi oleh adanya hambatan. Yang terjelek, hanya dapat nama TVnya, kemudian dapat nama TVnya dan juga suaranya saja. Yang terbaik yaa dapat gambarnya juga. Gambarnya bening lebih baik dari DVD, tetapi saya lebih salut sama suaranya, karena bisa stereo, tetapi jauh lebih bagus daripada TV Analog. Pada TV Analog suara stereonya, kadang hilang kadang timbul. Di Bandung dapat 25 Channel yang umumnya sama dengan Siaran TV Analog, hanya beberapa pemancar TV yang memiliki channel lebih dari satu, misalnya TVRI, tetapi isinya yaa sama (duplikasi). Belum ada satupun channel TV Lokal pada siaran TV Digital.

Apakah sudah perlu membeli TV Digital?
Jika TV Analognya masih bagus, tidak perlu beli TV Digital Ready, lebih baik beli Set Top Box (decoder digital to analog) seukuran pocket book seharga Rp 300.000,-. Di internet cukup banyak yang menawarkan dan bisa dikirimkan ke mana pun di Indonesia dengan tambah ongkos kirim belasan hingga puluhan ribu rupiah. Cara pasangnya mirip pasang DVD. Jika hanya punya satu antena, maka perlu splitter agar bisa menonton Siaran TV Analog dan TV Digital.

Jika ingin membeli TV Digital Ready, maka ada beberapa hal yang mungkin perlu diketahui.
Pertama-tama TV Digital/LCD/LED belum tentu TV Digital Ready. TV Digital Ready harus bisa menerima Siaran TV Digital DVB-T2 (biasanya ada stickernya). Saat ini di Indonesia TV yang bisa menerima Siaran TV Digital masih dapat juga menerima Siaran Analog (hybrid). Saat ini ukuran terkecil TV yang bisa menerima Siaran TV Digital masih berukuran 32", sayangnya umumnya belum Full HD, masih HD, atau Full HD dengan upscaling. Yang Full HD (1080p) murni harus 200Hz, bukan 100Hz. Kedua, TV tersebut harus memiliki antenna booster apalagi di daerah yang banyak gedung-gedungnya, boleh jauh dari pemancar TV, asal tidak terhalang gedung. Ketiga, semua TV non-tabung, yang memang tipis, suaranya payah, maka harus cari TV dengan minimum 4 speaker, lebih baik, jika ada soundboxnya. TV Sharp Iooto 32" dengan soundbox speaker dengan kedalaman tak lebih dari 15cm ternyata suaranya biasa saja, walaupun tentunya lebih baik dari yang tanpa memakai soundbox. Yang bagus suaranya, justru Polytron dengan 2 speaker tower masing-masing 3 speaker (tidak memiliki speaker built-in), sayangnya bukan TV Digital Ready.